Hujan-hujan begini sambil nyeruput kopi hitam, buka-buka e-zine lawas, tiba-tiba ingatan balik kebeberapa tahun belakang. Buka jendela, dengerin air hujan bikin suara berisik di kanopi depan kos, ah…nikmatnya ngelamun…
Musin hujan emang kadang romantis, syukur pada Tuhan lewat kasih sayangnya.
Waktu itu, waktu-waktu jam 5an yang mulai agak gelap, sedang masuk musim hujan, dan juga pas hujan, ada notif di fb bilang: bakalan ada presentasi dari fotografer asal Polandia. NatGeo pula. Ah…pas sekali, kebayakan e-zine di harddisk adalah majalan sains. Ketemu fotografer dengan karya keren. Haram dilewatin ! ! !
Ketok kamar tetangga, pinjam mantol…berangkatlah ke Kajian Kultural Realino Sanata Dharma (kalo ga salah nama tempatnya begitu). Hujan yang tak bisa dibilang ringan sempat menghadang niat buat tetap datang dari kosan di Minomartani. Beberapa kali sempat motor bebek “batuk-batuk”, trus sekarat karena genangan air di daerah terminal condong catur lumanyan membanjir. Sedikit doa, juga kekerasan fisik, dan dengan susah payah, motor dapat siuman. Akhirnya sampai juga di tempat tersebut.
Sampai di sana, ternyata acara belum mulai, agak berbangga bisa datang sepuluh menit sebelum acara dimulai. Langkah-langkah rencana datang tepat waktu ternyata berhasil. Setelah masuk, sambil liat-liat buku-buku budaya—juga buku-buku filsafat yang gak saya ngerti, dan disapa bule (saya jarang disapa bule), tambah sumringah waktu itu. Ah…ramah betul bapaknya.
Waktu presentasi kemudian dimulai, wow…ternyata betul, di depan sana ada sosok fotografer kelas import asal Polandia. Negara yang dulu ikut serta Perang Dunia 1. Pasti karyanya bagus. Setelah beberapa perkenalan, dan penjelasan dari bapak tersebut, diketahuilah bapak tersebut bernama Tomasz Tomaszewski, fotografer asal Polandia kontributor National Geographic—majalah yang dicetak ribuan eksemplar itu. Dan, wow lagi bule yang menyapa tadi, adalah bapak fotografer tadi. Kesan pertama yang menggoda.
Masuk ke presentasi, bapak Tomasz ini banyak bercerita. Becerita karya-karyanya, juga teknik-tekniknya waktu mengambil gambar. Dua karya yang beliau paparkan berjudul Stone’s Throw dan Hades. Dua karya foto yang diambil dengan apik. Satu hitam putih dan satu berwarna. Kedua foto tersebut diambil dengan latar belakang sosial Polandia. Stone’s Throw yang memotret kehidupan sehari-hari kaum petani yang terkena efek politik penguasa, dan Hades yang memotret keseharian penambang mineral di bawah bumi.
Dua karya yang beliau paparkan berjudul Stone’s Throw dan Hades. Dua karya foto yang diambil dengan apik. Satu hitam putih dan satu berwarna. Kedua foto tersebut diambil dengan latar belakang sosial Polandia. Stone’s Throw yang memotret kehidupan sehari-hari kaum petani yang terkena efek politik penguasa, dan Hades yang memotret keseharian penambang mineral di bawah bumi.
Tomasz Tomaszewski
Secara cerita, dua foto yang dipaparkan sepeti memiliki cerita sedih. Beberapa juga menampilkan kisah gembira orang Polandia. Namun begitu, betapun sulitnya masa kuliah ini. Tetap keadaan saya, saya pikir masih lebih baik dari orang-orang yang dipotret Thomasz. Satu-satunya emosi yang keluar dari diri saya pada waktu itu adalah kesyukuran.Matur nuwun kaliyan nikmat niki duh Gusti…
Kemudian ada lagi sesi lainnya, yaitu sesi “bodoh” atau juga bisa diberi nama sesi “pencerahan”—tanya jawab. Beberapa orang angkat tangan kanan, ada juga angkat tangan kiri. Tapi, tak terlihat yang mengangkat kedua tangannya (karena pada waktu itu Densus88 Anti Teror kabarnya tak jadi mengepung tempat ini). Dimulailah sesi interaktif itu. Yaa… sesi ini saya rasakan paling hidup, di sana seperti ada sebuah hubungan kakak adik antara fotografer. Kakak fotografer yang dengan penyanyang memberikan ilmu, kemudian sang adik yang haus ilmu dengan antusias “ndomblong” mendengarkan.
Bapak Thomasz secara antusias mulai menjawab satu-persatu tiga pernyanyaan yang di tampung oleh mas moderator—Rony Zakaria( saya baru tahu beberapa waktu belakangan, fotografer juga ternyata). Ketiga pertanyaan tersebut mengulas seputar teknis fotografi.
Yang mengagumkan dari cara tomasz menjawab pertanyaan ini adalah, kesungguhan ia untuk betul-netul memastikan bahwa sang penanya memahami tiap jawabannya. Di tiap pertanyaan dia memiliki sebuah kata kuci khusus yang bisa membuat tiap penanya teteap ingat penjelasan sampai beberapa tahun kedepan.
Dalam cerita yang didalamnya ada jawabannya, Ia seperti menuturkan bahwa foto-fototersebut adalah wakil dari pemikirannya terhadap sesuatu. Keseluruhan foto tersebut diambil dengan sangat dekat dengan subjek gambar. Sangat dekat. Ia ingin bercerita bahwa ia seakan-akan pernah terlibat dalam cerita-cerita tersebut. Ia memasuki kehidupan subjek, kemudian menceritakan kembali kisah-kisah yang ia temukan.
Dalam tiap fotonya, secara teknis ia tak menyenangi menggunkan lensa-lensa panjang. “tugaskan saja orang lain kalau anda(NatGeo) ingin memotret gembong narkoba Meksiko dengan kejauhan, berikan tugas foto tersebut kalau anda ingin mendapatkan gambar dengan lebih dekat dan anda akan mendapatkan hasilnya”. Memotret dengan terlibat situasi menjadi kemahiran Thomasz yang di akui oleh majalah NG. Thomasz mengaku bisa akrab dengan siapa saja, asalkan mereka masih manusia.
Setelah foto didapat, tinggalah foto-foto tersebut ia pilih. Kemudia ia kirimkan pada Editornya di NG. Ia mengaku tak pernah menggunakan Olahditigal. Bahkan waktu itu ia berseloroh bahwa ia tak pernah tahu apa itu Photoshop???
Lebih dari itu, ia sangat bangga menjadi bagian dari sebuah majalah yang sagat peduli dengan detail kecil sekalipun pada tiap bagiannya. Baginya, NatGeo adalah satu-satunya majalah yang dapat ia percaya dan andalkan. Suatu saat ia pernah ditelpon tengah malam buta. Ia pikir itu adalah telpon polisi yang mengabarkan anaknya kecelakaan atau kabar buruk lainnya. Tapi salah, itu adalah telpon dari editor yang hanya mengkonfirmasi bahwa di sebuah desa di Nebraska, yang ia ceritakan perempatan atau pertigaan jalan ketia ia mengambil foto. “Masalah perempatanpun mereka tanyakan, siapa peduli??? Tapi NG peduli”, pungkasnya.
Secara kesulurah presentasi, saya cukup terpukau dengan pemaparan dan kepribadian yang ia pertunjukan. Menyenangkan juga mencerahkan apa yang disampaikan dari bapak perokok ini—kebiasaan yang kurang baik sebenarnya. Kepribadiannya pula saya pikir yang membantu membesarkannya.
Tak dinyana…tiga pertanyaan ia jawab lebih dari 15 belas menit per satu pertanyaan. Dua jam presentasi sudah usai. Hujan juga sudah sedikit reda. Setelah bersalam-salaman seperti lebaran idul fitri, tak tunggu lama langsung meluncur kembali melanjutkan membaca e-zine yang tadi sempat ditinggalkan sambil mengingat-ingat pelajaran bapak fotografer Polandia itu.[]